Thursday, 24 February 2011

Perlindungan Konsumen

 1. Pengertian Konsumen
Istilah konsumen berasal dari bahasa Belanda, Konsument. Sedangkan para ahli hukum mengartikan konsumen sebagai pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka oleh penguasa
Pengertian konsumen terdapat dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 yang selanjutnya disebut UUPK, berlaku pada bulan April 2000. Dalam UUPK tersebut pengertian konsumen diatur dalam Pasal 1 angka 2, bahwa yang dimaksud konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat. Yang dimaksud barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bererak, dapat dihabiskan maupun tidak dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen. Sedangkan jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.. Jadi pengertian konsumen yang dimaksud di sini adalah konsumen akhir.
Aziz Nasution memberikan batasan tentang konsumen. Menurutnya konsumen pada umumnya adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu. Konsumen masih dibedakan lagi yaitu konsumen antara dan konsumen akhir. Menurutnya yang dimaksud dengan konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/ atau jasa untuk digunakan dengan tujuan komersial, sedangkan konsumen akhir adalah setiap orang yang mendapatkan dan menggunakan barang dan/ atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan/atau rumah tangga dan tidak untuk
diperdagangkan kembali.
2. Azas dan Tujuan
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang no. 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan ini adalah :

    * Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
    * Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses  negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
    * Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
    * Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
    * Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,
    * Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

2.2  Azas Perlindungan Konsumen
Adapun Azas perlindungan konsumen antara lain :

    * Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
    * Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
    * Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
    * Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
    * Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

3. Hak dan Kewajiban Konsumen
Konsumen memiliki hak-hak yang harus dilindungi oleh produsen atau pelaku usaha, hak
hak tersebut sebagai berikut :
1. Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang .
2. Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar kondisi serta jaminan barang atau jasa .
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi serta jaminan barang atau
jasa .
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakannya .
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut .

Dipihak lain, konsumen juga dibebankan dengan kewajiban atau tanggung jawab terhadap
pihak penjual tau pelaku usaha, dimana kewajiban konsumen meliputi :
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang atau jasa, demi keamanan dan keselamatan konsumen .
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa .
3. Membayar dengan nilai tukar yang telah disepakati bersama .
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut .

4. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Dalam UU No.8 Tahun 1999 diperinci apa saja yang menjadi hak dan kewajiban pelaku usaha . Pelaku usaha juga memiliki hak-hak yang harus dihargai dan dihormati oleh konsumen, pemerintah serta masyarakat pada umumnya. Hal ini sejalan dengan asas-asas perlindungan konsumen yang akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Hak untuk menerima pembayaran sesuai dengn kesepakatan .
2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum atas tindakan konsumen yang tidak   beritikad baik .
3. Hak untuk pemulihan nama baik apabila terbukti secara hukumbahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperjualbelikan .
4. Hak untuk melakukan pembelaan diri dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen .
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangan lainnya .
Kewajiban pelaku usaha terhadap konsumen berupa pemenuhan kewajiban berikut ini :
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya .
2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenaikondisi dan jaminan barang atau jasa .
3. Melayani konsumen secara tidak diskriminasi .
4. Menjamin mutu barang atau jasa yang diperdagangkan sesuai dengan standar mutu barang yang berlaku .
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang tertentu serta memberikan jaminan atau garansi barang yang diperdagangkan .
6. Memberi kompensasi ganti rugi apabila baran dn jasa yang diterim tidak sesuai denga perjanjian.

5. Perbuatan yang di larang bagi pelaku usaha

Pasal 8
(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto,dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu
h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label
i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat
j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar
(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran

Pasal 9
(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan atau seolah-olah
a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu
b. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru
c. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor , persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu
d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi
e. barang dan/atau jasa tersebut tersedia
f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi
g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu
h. barang tersebut berasal dari daerah tertentu
i. secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain
j. menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap
k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti
(2) Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diperdagangkan
(3) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut

Pasal 10
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:
a. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa
b. penggunaan suatu barang dan/atau jasa
c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa
d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan
e. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa

Pasal 11
Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan
a. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu
b. menyatakan barang dan/ataujasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi
c. tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain
d. tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain
e. tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain
f. menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral

Pasal 12
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan

Pasal 13
(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.
(2) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain

Pasal 14
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk
a. tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan
b. mengumumkan hasilnya tidak melalui media masa
c. memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan
d. mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.


Pasal 15
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen

Pasal 16
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk
a. tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan
b. tidak menepati janji atau suatu pelayanan dan/atau prestasi

Pasal 17
(1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang
a. mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa
b. mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa
c. memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa
d .tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/ atau jasa
e. mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan
f. melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan
(2) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran ikian yang telah melanggar ketentuan pada ayat (1).

6. Klausula Baku dalam Perjanjian
Sehubungan dengan perlindungan terhadap konsumen, yang perlu mendapat perhatian utama dalam perjanjian baku adalah mengenai klausula eksonerasi (exoneratie klausule exemption clausule) yaitu klausula yang berisi pembebasan atau pembatasan pertanggungjawaban dari pihak pelaku usaha yang lazimnya terdapat dalam jenis perjanjian tersebut.
Menurut Pasal 18 Ayat (1) menyebutkan mengenai klausula-klausula yang dilarang dicantumkan dalam suatu perjanjian baku yaitu:
a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
 
Dalam penjelasan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan
tujuan dari larangan pencantuman klausula baku yaitu “Larangan ini dimaksudkan untuk
menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan
berkontrak” sehingga diharapkan dengan adanya Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan
Konsumen akan memberdayakan konsumen dari kedudukan sebagai pihak yang lemah di dalam
di dalam kontrak dengan pelaku usaha sehingga menyetarakan kedudukan pelaku usaha dengan
konsumen.
Sesuai dengan Pasal 18 ayat (2) disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan
klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau
yang pengungkapannya sulit dimengerti. Pencantuman klausula baku tersebut dapat berupa
tulisan kecil-kecil yang diletakkan secara samar atau letaknya ditempat yang telah diperkirakan
akan terlewatkan oleh pembaca dokumen perjanjian tersebut, sehingga saat kesepakatan tersebut
terjadi konsumen hanya memahami sebagian kecil dari perjanjian tersebut. Artinya perjanjian
tersebut hanya dibaca sekilas, tanpa dipahami secara mendalam konsekuensi yuridisnya, yang
membuat konsumen sering tidak tahu apa yang menjadi haknya.

7. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Pengertian tanggung jawab produk (pelaku usaha), sebagai berikut, “Tanggung jawab produk adalah tanggung jawab para produsen untuk produk yang  telah dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan/ menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut.”         
Di dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat 3 (tiga) pasal yang menggambarkan sistem tanggung jawab produk dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu ketentuan
Pasal 19 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merumuskan tanggung jawab produsen sebagai berikut:
            1.   Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan / atau        kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2.   Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau secara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.   Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
4.   Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasrkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsure kesalahan. (50 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.”

8. Sanksi
Sanksi Pelaku Usaha
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
    Sanksi Perdata :
· Ganti rugi dalam bentuk :
   o Pengembalian uang atau
   o Penggantian barang atau
   o Perawatan kesehatan, dan/atau
   o Pemberian santunan

· Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
  
Sanksi Pidana :
· Kurungan :
o Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17  ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
o Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
  * Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
    * Hukuman tambahan , antara lain :
          o Pengumuman keputusan Hakim
          o Pencabutan izin usaha;
          o Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
          o Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
          o Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat . 

No comments:

Post a Comment